“Kesalahan Pengadaan”: Bukan Tipikor Tapi Sering Dinilai Sebagai Tipikor?

by | May 12, 2017 | Resensi/Ulasan Buku dan Film | 4 comments

Penulis     : MUDJISANTOSA*

Halaman  : 338

Penerbit   : Primaprint Yogyakarta

Tahun      : 2017

Buku ini membahas praktik penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam pengadaan barang dan jasa oleh aparat penegak hukum yang sering kurang mengindahkan fakta sesungguhnya dari suatu kesalahan. Padahal, dalam perspektif hukum/peraturan perundang-undangan, perbuatan melanggar hukum memiliki beberapa tingkatan apabila dikaitkan dengan ada/tidaknya kerugian negara, yaitu: a. tidak ada kerugian negara dan hanya merupakan kesalahan administrasi, b. ada kerugian negara, namun tidak terbukti adanya perbuatan tipikor dan seharusnya diselesaikan berdasarkan UU No 1 tahun 2004, UU No. 15 tahun 2004, dan penyelesaian kerugian negara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2016, c. ada kerugian negara dan terbukti terdapat perbuatan tipikor dan harus diselesaikan berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001, dan d. tidak ada kesalahan dalam proses pengadaan atau pelaksanaan kontrak  telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun ada aliran dana tidak patut/tidak sah, maka harus diselesaikan berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001.

Dalam praktiknya, jika mencermati keputusan beberapa perkara tipikor yang terjadi, sebenarnya masih berada pada ranah administrasi (sifat kesalahan memenuhi kondisi huruf a atau b), yang penyelesaiannya semestinya bersifat administrasi/perdata, dan tidak kemudian diselesaikan sebagai perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tipikor (sifat kesalahan memenuhi kondisi huruf c dan d).

Buku ini menguraikan lebih jauh, jika terdapat kesalahan dalam pengadaan/kontrak yang tidak sesuai aturan (unsur perbuatan melawan hukum), namun tidak ditemukan kerugian negaranya, maka penyelesaiannya diselesaikan secara administratif. Namun jika ditemukan kerugian negara yang dilandasi adanya niat jahat dengan dapat dibuktikan adanya suap/mark up/fiktif/kolusi/pemalsuan, maka penyelesaiannya harus mengacu pada UU No. 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001, termasuk apabila ada aliran dana yang tidak patut/tidak sah, meskipun tidak ada perbuatan melawan hukumya. Namun jika ditemukan kerugian negara yang tidak dilandasi oleh adanya niat jahat, maka penyelesaiannya harus mengacu pada UU No 1 tahun 2004, UU No. 15 tahun 2004, dan penyelesaian kerugian negara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2016.

Ketika sifat kesalahan hanya merupakan kesalahan administrasi atau perdata, namun lantas diproses sebagai perbuatan tipikor maka semua pengambil keputusan dan pengelola pembangunan (termasuk pengelola pengadaan barang dan jasa/kontrak) dikuatirkan akan tiarap (baca: mogok) semua. Mereka takut “ditipikorkan” hanya karena melakukan kesalahan bersifat administratif dalam proses pengadaan barang/jasa atau pelaksanaan kontrak. Semestinya yang benar adalah takut melakukan korupsi. Kenapa harus takut, padahal tidak melakukan korupsi? Ketakutan para pengambil keputusan, pengelola pembangunan, termasuk pengelola pengadaan barang dan jasa/kontrak tersebut karena pemahaman dan penerapan penegakan hukum tipikor di negeri ini, saat ini, cenderung lebih mengutamakan pendekatan penanganan kasus tipikor  dengan mengacu pada UU No. 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001 untuk suatu kesalahan yang sebenarnya hanya bersifat administratif/perdata.

Buku ini mencoba membahas hal-hal di atas dan berusaha meluruskan kondisi penegakan hukum tipikor dalam pengadaan barang dan jasa yang menurutnya sudah “kebablasan.” Anda dapat memiliki bukunya dengan melakukan pemesanan di sini.

 

1
0
Mudji Santosa ▲ Active Writer

Mudji Santosa ▲ Active Writer

Author

Pejabat struktural pada Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP. Kepakarannya dalam bidang pengadaan barang dan jasa ditunjukkannya dengan menulis banyak buku terkait pengadaan barang dan jasa.

4 Comments

  1. Avatar

    astaghfirullah, saya sekarang sedang mengalami kriminalisasi pengadaan barang dan jasa, saya dizholimi oleh APH yang secara membabibuta menggunakan UU Tipikor dan mengedepankan upaya pemidanan. sedangkan pada saat surat perintah diterbitkan kami masih dalam masa kontrak (masa pemeliharaan) dan belum diaudit oleh lembaga auditor resmi, baik inspektorat (APIP), BPK maupun BPKP. apakah hal ini dibenarkan. sementara hasil pekerjaan dilapangan berfungsi dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat pengguna. saat ini saya sedang dalam upaya melakukan banding terhadap putusan hakim tipikor yang telah membuat keputusan aneh untuk perkara ini. saya mohon bantuan bapak dalam mencari solusi dari masalah ini, karena implikasinya berkaitan dengan status kepegawaian saya sbg seorang ASN. terima kasih

    Reply
    • Redaksi

      Ibnu Ziady, Anda bisa menghubungi Saudara Atas Yudha Kandita. Coba hubungi no ini +62 821-3305-7172. Semoga Anda dapat bersabar dengan masalah yg Anda hadapi.

      Reply
  2. Avatar

    sebahagian besar yg dialami pns terutama yg msh staf dan diberi tugas tmbahan sbg panitia pbj mmg mengalami hal spt itu, trkadang tdk ada alasan oleh aparat bahwa mslh tsb adlh ranah tipikor tp trkesan dipaksakan, ditanya brp kerugian negara tp jwbannya nanti dipersidangan bakal tahu, masa org yg sdh dituduh korupsi tdk blh tau brp nilai korupsinya dan dr mana hitung2annya…apakh hal spt ini dibenarkan dlm penindakan kasus korupsi??
    stlh dipersidangan kesaksian dr auditor yg ditunjuk pihak pnyidik jg sgt gampang mencari kerugian negara dgn mentotal loss kan keuntungan kontraktor dgn alasan proses pengadaannya tdk ssuai prosedur, smntara dipersidangan pun tdk terbukti ada mnerima aliran dana/menikmati…tp dialihkan dgn alasan mmperkaya org lain…logika nya dimana??
    tdk mgkin ada org sebaik itu hnya skdr mmbantu mmperkaya org lain.
    dgn buku bpk ini mudah2an mmberi pncerahan pd smua pihak agar tdk ada lg pns yg terkriminalisasi olh APh.
    banyak yg akan ditanggung pns yg mengalami hal itu.
    ” setelah mnjalankan pidana dan diancam pula di ptdh, belum lg pndangan masy yg miring krn ketidakpahaman dgn mslh hukum…ini adalh tnggung jwb petinggi2 di negri ini apakh ttp mmprthankan sistem spt ini dan siap menanggung dosa org2 yg sdh dizolimi atau akan merubah dgn tjuan keadilan dan tegak nya hukum demi keadilan dan kbenaran, bukan untk menganiaya org2 yg lemah.
    smntara para koruptor2 yg sebenarnya bebas berkeliran.

    Reply
  3. Avatar

    Pak, saya minta nomor putusan hakim tipikor,kasus yg sebenarnya termasuk kesalahan administratif sebagaimana diterangkan dlm ulasan buku diatas,kebetulan saya lagi bahan tesis saya, trims

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post