Konsekuensi Ketidakefisienan Ritual Pelantikan Pejabat Fungsional

by | May 13, 2017 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Pada akhir Maret 2017, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Peraturan yang terdiri dari 363 pasal ini merupakan tindaklanjut atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh PNS.

Dari keseluruhan pasal yang ada, terdapat satu pasal yang belum seirama dengan peraturan lainnya, yaitu pasal 87, yang berbunyi: “Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Pasal 87 ini diduga mengakibatkan adanya pemborosan terhadap keuangan negara. Untuk menjelaskannya, perlu dilakukan analisis biaya terhadap penyelenggaraan pelantikan pejabat fungsional tersebut.

Analisis Biaya

Jika memperhatikan komposisi PNS seluruh Indonesia berdasarkan Jenis Jabatan dan Jenis Kelamin per Juni 2016 yang bersumber dari website resmi BKN, maka jumlah PNS yang memangku Jabatan Fungsional adalah sebanyak 4.094.873 orang atau 90,23% dari total PNS seluruh Indonesia sebanyak 4.538.154 orang.

Jika seluruh pejabat fungsional tersebut dilantik dan diangkat sumpahnya sesuai dengan pasal 87, maka negara harus menanggung beban anggaran pelantikan yang tidak sedikit.

Berdasarkan analisis biaya yang saya lakukan, biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pelantikan bagi 4.094.873 pejabat fungsional tersebut sebesar Rp. 60.372.841.680,- (enam puluh milyar, tiga ratus tujuh puluh dua juta, delapan ratus empat puluh satu ribu enam ratus delapan puluh rupiah) untuk setiap 1 kali dalam 3 tahun dengan berbagai asumsi.

Analisis total biaya tersebut hanya memperhitungkan biaya kertas, biaya toner/tinta printer, biaya penyelenggaraan pelantikan (honor rohaniawan dan kue kotak (snack) untuk seluruh peserta dan penyelenggara pelantikan). Analisis total biaya tersebut belum memperhitungkan jumlah instansi vertikal yang ada di masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota, biaya listrik (lampu dan AC) pada aula gedung yang digunakan saat penyelenggaraan pelantikan pada masing-masing instansi, dan diasumsikan, bahwa pelantikan tersebut dilaksanakan serentak kepada seluruh pejabat fungsional disetiap kenaikan jabatan fungsional (bukan pengangkatan pertama saja) dan dilaksanakan setiap 1 kali dalam 3 tahun (asumsi: kenaikan jabatan fungsional setiap 1 kali dalam 3 tahun untuk setiap pejabat fungsional).

Ketidaksesuaian dengan Aturan Lain

Dari analisis biaya sebagaimana yang telah diuraikan di atas, diketahui ada masalah pemborosan keuangan negara, dimana pasal 87 PP No. 11 Tahun 2017 tidak sejalan dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi,  dan Program Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK.

UU No. 17 Tahun 2013 pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”.

PP No. 60 Tahun 2008 pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa: “Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Perpres No. 81 Tahun 2010, menyebutkan bahwa salah satu tujuan Reformasi Birokrasi adalah meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi.

Sedangkan Grand Design Reformasi Birokrasi bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010-2025, agar reformasi birokrasi di K/L dan Pemda dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan.

Adapun salah satu misi Reformasi Birokrasi adalah melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set, dan culture set.

Hasil yang diharapkan pada area Tatalaksana adalah sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Hasil yang diharapkan pada area manajemen SDM aparatur adalah SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.

Dari 9 program Nawacita pemerintahan Jokowi-JK, ada 1 program yang berbunyi: “Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya ” Satu program ini harus melaksanakan 6 kegiatan, dimana dua kegiatan diantaranya dengan membangun transparansi tata kelola pemerintahan dan menjalankan reformasi birokrasi.

Dari sini cukup jelas, bahwa UU No. 17 Tahun 2003, PP No. 60 Tahun 2008, Perpres No. 81 Tahun 2010, dan Program Nawacita Jokowi-JK mempunyai semangat yang sama yaitu adanya kegiatan yang efisien, ekonomis, dan efektif baik dari sisi waktu maupun dari sisi biaya.

Sedangkan dari misi Reformasi Birokrasi, ada keterkaitan antara area tatalaksana dengan area manajemen SDM aparatur, dimana Reformasi Birokrasi menuntut adanya manajemen SDM aparatur yang berkinerja tinggi yang didukung dengan sistem, proses, prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Pertanyaanya, bagaimana menuntut ASN berkinerja tinggi jika waktunya habis untuk acara seremonial seperti pelantikan pejabat fungsional yang menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit, padahal kabinet Jokowi-JK adalah Kabinet Kerja ?

Simpulan

Dari masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, saya mencoba merekomendasikan solusi pemecahan masalah dengan dua opsi.

Opsi pertama, cabut pasal 87 dari PP No. 11 Tahun 2017. Menurut hemat saya, pelantikan atau pengambilan sumpah terhadap PNS hanya dua. Pertama, ketika pegawai diangkat sebagai PNS. Kedua, ketika PNS diangkat dalam jabatan struktural (Jabatan Pimpinan Tinggi dan Jabatan Administrator).

Opsi kedua, pasal 87 PP No. 11 Tahun 2017 tetap dipertahankan dengan catatan, penyelenggaraan pelantikan harus menganut prinsip-prinsip dasar berupa efisien, ekonomis, efektif dan terukur. Untuk itu, Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan, cukup menyebutkan bahwa pejabat fungsional yang dilantik hanya ketika pertama kali diangkat dalam jabatan fungsional atau pejabat fungsional jenjang utama saja.

Sedangkan hardcopy masing-masing dokumen (Berita Acara Pengangkatan Sumpah Jabatan, Naskah Pelantikan, Surat Pernyataan Pelantikan (SPP), Surat Pernyataan Menduduki Jabatan (SPMJ), dan Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT)) yang dicetak hanya satu lembar, sedangkan rangkap/tembusan dokumen cukup dalam format digital (di scan) yang dikirimkan melalui email resmi/kedinasan masing-masing instansi kepada pihak terkait. Dalam hal ini, biaya yang dapat dihemat hanya biaya kertas dan tinta, sedangkan biaya lainnya tetap harus dikeluarkan.

Selain hal tersebut di atas, masing-masing instansi harus menyediakan email resmi/kedinasan dan Document Management System (DMS) sebagai alat pengelolaan dokumen termasuk dokumen kepegawaian.

Kepada seluruh Pejabat Fungsional, apapun jenis jabatan dan jenjang jabatan Anda bahwa bentuk penghargaan selaku pejabat fungsional tidak harus dalam bentuk pelantikan. Masih banyak cara lain jika kita mau berinovasi dan berkontribusi dengan baik kepada bangsa dan negara, di instansi manapun kita bekerja. Yang terbaik pasti akan mendapatkan penghargaan, apapun bentuknya. Insya Allah.

Dalam kondisi hutang negara yang terus membengkak, marilah kita sama-sama berhemat. Diantaranya adalah dalam merancang peraturan yang isinya harus selaras dengan prinsip-prinsip dasar berupa efisien, ekonomis, efektif dan terukur. Hal ini harus didukung oleh teknologi informasi yang handal serta dikelola dengan baik.

Selanjutnya, diharapkan peraturan-peraturan yang dibuat dapat seirama dengan peraturan lainnya.

Semoga rancangan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala BKN yang mengatur ketentuan lebih lanjut tentang Manajemen PNS dapat mewujudkan visi reformasi birokrasi sesuai amanat Perpres No. 81 Tahun 2010, yaitu “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”. Aamiin.

*) Tulisan ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat penulis bekerja atau lembaga lain.

2
0
Aniska Utama ◆ Active Writer

Aniska Utama ◆ Active Writer

Author

Pegawai pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan berpengalaman sebagai Designer & System Analyst. Tulisan-tulisannya dalam laman ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat penulis bekerja atau lembaga lain.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post